Jumat, 27 November 2009

Resensi Film

LASKAR PELANGI




JUDUL : LASKAR PELANGI
KARYA/SUTRADARA : MIRA LESMANA DAN RIRI RIZA
PEMAIN : CUT MINI, IKRANAGARA, 10 ANAK, DLL
DURASI : 2 JAM
PRODUKSI : MILES FILMS dan MIZAN PRODUCTION
TAHUN : 2007




LASKAR PELANGI adalah adaptasi dari novel fenomenal karya Andrea Hirata dengan judul yang sama. Novel yang awalnya didedikasikan untuk sang ibunda guru tercinta, kemudian meledak menjadi bestseller, dan kini hadir di layar lebar. Dua sineas muda, Mira Lesmana dan Riri Riza adalah orang yang berhasil mewujudkannya. Naskah Laskap Pelangi ditulis oleh Salman Aristo, yang juga menulis skenario film laris AYAT-AYAT CINTA.

Film LASKAR PELANGI merupakan produksi ke-9 Miles Films dan Mizan Production. Seperti di novelnya, cerita LASKAR PELANGI berlatar belakang kehidupan di Pulau Belitong pada pertengahan tahun 1970-an.

Film berdurasi sekitar 2 jam ini menceritakan kehidupan 10 anak untuk mendapatkan pendidikan di salah satu pulau terkaya Indonesia, Belitong (bagian dari Provinsi Bangka Belitung). Bersama dua guru terkasih mereka, Ibu Muslimah (Cut Mini) dan Pak Harfan (Ikranagara) mereka berhasil membuktikan bahwa keterbatasan tidak mampu untuk menghambat semangat mereka untuk berprestasi dalam pendidikan.

Ikal, Lintang dan Mahar adalah salah satu dari murid-murid spesial di SD Muhammadiyah Gantong, bersama ketujuh teman mereka yang lain mereka tergabung dalam Laskar Pelangi. Mahar dengan cita rasa seninya yang tinggi berhasil membuat SD Muhammadiyah berprestasi pada Lomba Karnaval 17-an. Juga Lintang yang cerdas mampu menjadikan SD Muhammadiyah memenangkan perlombaan cerdas cermat, meskipun akhirnya nasib buruk menimpanya. Sementara Ikal yang terlibat asmara dengan seorang putri tionghoa. Keseluruhan kisah mampu terjamu secara apik dan mengharukan.

Secara umum film ini memang mendidik sekaligus menghibur. Namun durasi film yang cukup singkat untuk sebuah adaptasi dari banyak kisah dalam buku Laskar Pelangi cukup banyak memangkas banyak cerita aslinya (sesuai dalam buku). Aku sedikit kecewa, pemangkasan cerita itu malah dibumbui oleh beberapa kisah yang tidak terdapat dalam buku. Mungkin itulah yang dinamakan adaptasi, tidak selalu berpatokan pada cerita asalnya.

Andrea Hirata sendiri mengatakan "Film Laskar Pelangi merupakan karya sineas film, bukan karya saya, sehingga saya tidak akan banyak ikut campur dalam pembuatannya". Anjuran aku, bila ingin lebih puas memaknai kisah Laskar Pelangi, lebih baik sebelum atau sesudah melihat film untuk membaca bukunya. Sejujurnya kisah Laskar Pelangi memang begitu panjang dan bermakna untuk diwujudkan dalam sebuah film.

Senada dengan Andrea Hirata, aku kini mulai memandang film dan buku Laskar Pelangi sebagai dua karya dari dua bidang seni yang berbeda. Baik film maupun novel mempunyai kelebihan masing-masing, juga penggemar tersendiri. Dibanding film-film Indonesia lainnya yang bertebaran di bioskop saat ini, Laskar Pelangi mampu menyuguhkan tontonan yang lebih bermutu sekaligus mendidik.

Film ini dipenuhi kisah tentang tantangan kalangan pinggiran, dan kisah penuh haru tentang perjuangan hidup menggapai mimpi, serta keindahan persahabatan yang menyelamatkan hidup manusia, dengan latar belakang sebuah pulau indah yang pernah menjadi salah satu pulau terkaya di Indonesia.

0 komentar:

Posting Komentar